MY STUPID BOSS 2 (2019)
Walau kelucuannya fluktuatif, My Stupid Boss (2016)—adaptasi novel berjudul sama karya Chaos@work yang sukses mengumpulkan lebih dari tiga juta penonton—menghembuskan angin segar bagi genre komedi tanah air. Ketika banyak komedi kita kurang memperhatikan tampilan sinematik, saya terkejut mendapati Upi (30 Hari Mencari Cinta, Belenggu, My Generation) dan tim artistiknya amat memperhatikan detail pemilihan warna maupun properti. Belum lagi membahas transformasi ikonik Reza Rahadian.
Memasuki film kedua, kelebihan-kelebihan tadi mampu dipertahankan. Di salah satu kesempatan kita bisa melihat pulpen, kalkulator, sampai kertas diberi warna merah muda yang senada, sementara pencahayaan di set kamar hotel Vietnam tak kalah memanjakan mata. Demikian pula Reza yang mampu mengangkat humor terlemah sekalipun lewat talenta komikal kreatifnya, entah dari gestur maupun percampuran Bahasa Indonesia, Malaysia, Jawa, dan Inggris (semaunya).
Biar begitu, secara natural daya kejut milik keunggulan-keunggulan tersebut jelas memudar. Selaku penulis, Upi memahami risiko itu, lalu memutuskan mengikuti formula sekuel kebanyakan dengan membuat filmnya lebih besar, baik soal kegilaan komedi atau skala cerita. Bukan cuma berlatar di kantor dan Malaysia, karakternya mengajak kita berjalan-jalan menuju Vietnam.
Dipicu kepelitan Bossman (Reza Rahadian) yang menolak membelikan mesin pemotong kayu baru, sebagian besar karyawan pabriknya memutuskan keluar. Sebagai solusi, Bossman membawa Kerani (Bunga Citra Lestari), Mr. Kho (Chew Kinwah), dan Adrian (Iedil Putra) ke Vietnam guna mencari karyawan baru dengan harga murah dengan bantuan warga lokal bernama Nguyen (Morgan Oey). Secara bersamaan, Bossman pun menghadiri pertemuan pebisnis furnitur se-Asia selaku pembicara. Makhluk macam apa yang mengundang pebisnis gagal seperti dia?
Tentu anda tak perlu repot-repot memikirkan logika semacam itu, karena di sini, Upi menambah absurditas yang sesungguhnya sudah cukup tinggi di film pertama. Seperti pendahulunya, sederet lelucon gagal mendarat tepat sasaran, entah akibat penulisan atau penyutradaraan Upi yang kerap lalai memperhatikan timing melempar kelucuan. Fluktuasinya memang cukup ekstrim. My Stupid Boss 2 bisa begitu datar di satu waktu, lalu luar biasa lucu di kesempatan lain.
Beruntung para pemain tampil total, sehingga kehadiran lelucon hambar pun tak sampai taraf mengganggu. Bukan cuma Reza, Morgan sebagai pria Vietnam berdarah panas, juga kelima anak buah Bossman dengan variasi kepribadian yang makin kuat. Saya suka adegan saat Kerani dikelilingi oleh teman-teman sekantornya. Menangkapnya dengan close up, Upi menjadikan situasi tersebut sebuah pameran akan kepiawaian para pemain memerankan tokoh-tokoh kaya warna. Tapi absurditas terlucu justru ditampilkan dua nama lain, yakni Shahil Shah dan Verdi Solaiman sebagai dua kubu gangster berlawanan yang datang untuk menagih hutang Bossman. Keduanya habis-habisan mengerahkan bakat komedik masing-masing dalam sebuah “pertempuran epic” yang takkan anda duga kemunculannya.
My Stupid Boss 2 bergulir cukup pendek, hannya 96 menit (film pertamanya 108 menit), membuatnya lebih padat dan dinamis, khususnya saat Upi menggulirkan kisahnya dalam kecepatan penuh. Namun, dari segi narasi, My Stupid Boss 2 mempunyai kelemahan serupa pendahulunya, yaitu third act. Jika film pertama memaksakan diri beralih ke drama demi menunjukkan kebaikan terpendam Bossman, kali ini (dengan motif nyaris sama), third act-nya melompat menuju penceritaan berbeda. Walau telah disiratkan sebelumnya, kisah yang mengisi klimaksnya jelas beranjak dari rute yang filmnya tempuh di mayoritas durasi. Beruntung, idenya cukup gila untuk menghadirkan tawa.