SI DOEL THE MOVIE 2 (2019)
Proses membangkitkan materi klasik ke layar lebar biasanya diawali dengan menebar aroma nostalgia guna merenggut kepercayaan penggemar, sebelum mulai menyongsong arah baru. Tidak terkecuali Si Doel the Movie yang tampil layaknya prolog. Tapi rupanya, film pertama bukan saja prolog bagi cerita utama, pula elemen nostalgia, saat selain membawa kisahnya bergerak maju (setidaknya untuk ukuran Si Doel yang akan terus berkutat soal cinta segitiga) sekuelnya turut menghadirkan nostalgia lebih besar, lebih kuat, lebih hangat.
Doel (Rano Karno) dan Mandra (Mandra) sudah pulang dari Belanda, sehingga kita berkesempatan menghabiskan waktu di rumah ikonik mereka, sejenak mengendarai oplet, bahkan bertemu sosok lama seperti Munaroh (Maryati). Tapi terpenting, dinamika antar karakter yang menjadi kekhasan seri ini semakin sering kita saksikan.
Dibanding tokoh lain, Zaenab (Maudy Koesnaedi) melalui paling banyak konflik batin. Dia tahu Doel menemui Sarah (Cornelia Agatha) dan puteranya, Dul (Rey Bong), di Belanda, menyadari bahwa sang suami masih mencintai istri pertama yang belum resmi diceraikan, lalu mendapat kabar jika si rival abadi bakal pulang ke Indonesia.
Bertambahnya dilema juga berarti bertambahnya kesempatan untuk Maudy memamerkan kapasitas akting. Caranya mengekspresikan rasa, dari lontaran kalimat mengenai keikhlasan yang dibarengi senyuman terpaksa dan mata berkaca-kaca, pilihan kata yang menyiratkan kecemburuan (hal ini selalu membingungkan Doel dan membuat penonton geregetan sejak dulu), semua sukses menyentuh hati saya.
Tatkala film pertamanya sedingin Amsterdam, Si Doel the Movie 2 sepanas Jakarta, dengan rentetan masalah seru yang bisa membuat penonton harap-harap cemas sambil menggerutu sendiri tak ubahnya ibu-ibu penonton sinetron. Masalah-masalah tersebut turut membentangkan jalan film ketiga, sekaligus membuka peluang mengoper tongkat estafet ke generasi berikutnnya.
Sebagaimana mestinya Si Doel, naskah buatan Rano Karno (juga menduduki kursi sutradara) tidak lupa menyertakan banyolan ringan, yang kebanyakan dipicu ketidakmampuan (baca: keengganan) Mandra mengontrol mulutnya (kali ini juga jarinya). Banyak tawa ditawarkan, tapi paparan drama keluarga menyentuh milik film inilah yang memantapkan status Si Doel the Movie 2 sebagai sekuel superior. Keseluruhan third act, termasuk munculnya beberapa footage lawas dari sinetron, merupakan alasan air mata menetes tak terkendali.
Rano Karno cerdik membangun situasi emosional guna merampungkan beberapa konflik sambil menanam benih baru untuk masa depan. Melihat interaksi tiap karakter, sementara karakter lain merespon interaksi tersebut sungguh mengaduk perasaan. Terlebih ketika Aminah Cendrakasih alias Maknyak membuktikan betapa keterbatasan fisik tak kuasa mengalahkan talenta olah rasa sang legenda yang kecintaannya akan dunia seni peran masih membuncah.
Kalau menyaksikan Maknyak tenggelam dalam tangis atau saat darah mengalir dari jari-jari Zaenab tanpa ia sadari tak mengiris perasaan, saya tak tahu sekeras apa hati anda. Di luar permasalahan teknis (banyak gambar terlihat meregang), bermodalkan segala rasa miliknya, Si Doel the Movie 2 pantas disebut salah satu film lebaran terbaik tahun ini, bahkan salah satu yang terbaik sepanjang 2019.